Pentingnya Komunikasi
Komunikasi antara manusia adalah suatu hal
yang sangat penting bagi aktivitas kehidupan sehari-hari. Ada beberapa
jenis komunikasi yaitu komunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat.
Komunikasi secara isyarat biasanya digunakan oleh penyandang tunarungu
dan tunawicara. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) adalah salah satu
komunikasi bahasa isyarat yang dimiliki oleh negara Indonesia. SIBI
dibangun dengan mengadopsi dari bahasa isyarat American Sign Language (ASL)
yang dimiliki oleh negara Amerika. Proses komunikasi antara penyandang
tunarungu dan tunawicara dapat dipahami antar sesama dengan baik karena
mereka sudah terbiasa sehari-harinya menggunakan bahasa isyarat. Namun
untuk orang normal akan kesulitan untuk memahami bahasa isyarat yang
disampaikan oleh penyandang tunarungu dan tunawicara karena ada
perbedaan metode komunikasi, begitu juga sebaliknya, penyandang
tunarungu dan tunawicara akan kesulitan memahami bahasa yang disampaikan
oleh orang normal. Untuk itu dibutuhkan sebuah sistem yang dapat
menerjemahkan perbedaan metode komunikasi antara komunikasi bahasa
isyarat dengan komunikasi bahasa normal. Untuk menangani masalah
tersebut maka dibangun sebuah sistem pengenalan bahasa isyarat.
Bahasa isyarat di Indonesia ada dua, yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).
SIBI diciptakan dengan beberapa alasan, di antaranya untuk
merepresentasikan Bahasa Indonesia pada tangan, untuk mengajarkan Bahasa
Indonesia yang sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) dan karena
mudah dipelajari oleh orang yang sudah bisa berbahasa Indonesia. SIBI
dibuat pemerintah tanpa melibatkan penyandang tunarungu maupun
tunawicara dan dasar pembuatannya mengacu pada bahasa Indonesia lisan.
SIBI dibuat hanya dengan mengubah bahasa Indonesia lisan menjadi bahasa
isyarat namun kosa kata isyaratnya banyak diambil dari bahasa isyarat
Amerika. Tata bahasa yang digunakan dalam bahasa isyarat mengikuti
bahasa Indonesia yang mengandalkan urutan kalimat dan satu isyarat untuk
kata-kata berhomonim. SIBI telah memiliki kamus yang diterbitkan oleh
pemerintah dan disebarluaskan melalui sekolah-sekolah khususnya SLB/B
untuk Tuli di Indonesia sejak tahun 2001. Keberadaan SIBI begitu populer
di sekolah-sekolah SLB/B di Indonesia. “Pihak sekolah dan juga para
guru menggunakan SIBI sebagai bahasa pengantar materi pembelajaran pada
siswa Tuli”. (Winarsih, 2007).
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
Penggunaan SIBI tidak sepenuhnya diterima dan digunakan oleh Tuli. Seringkali Tuli mengalami kesulitan dalam menggunakan SIBI untuk komunikasi seharihari.
Hal ini karena penerapan kosakata yang tidak sesuai dengan aspirasi dan
nurani Tuli, terlebih penerapan bahasa yang terlalu baku dengan tata
bahasa kalimat bahasa Indonesia yang membuat kesulitan Tuli untuk
berkomunikasi. Kemudian dalam SIBI ditemukan banyak pengaruh alami,
budaya, dan isyarat Tuli dari luar negeri yang sulit dimengerti sehingga
SIBI sulit dipergunakan oleh Tuli untuk berkomunikasi. SIBI hanya dapat
digunakan sebagai bahasa isyarat di sekolah dan tidak dapat
dipergunakan sebagai bahasa isyarat komunikasi seharihari Tuli dalam berkomunikasi.
Tuli yang mengalami kesulitan menggunakan SIBI banyak memilih menggunakan BISINDO sebagai bahasa interaksi mereka. Alasannya, Bisindo merupakan
bahasa isyarat alami budaya asli Indonesia yang dengan mudah dapat
digunakan dalam pergaulan isyarat Tuli sehari-hari. BISINDO merupakan bahasa isyarat yang dipelajari secara alami oleh Tuli sehingga BISINDO seperti
halnya bahasa daerah dan memiliki keunikan di tiap daerah. Kecepatan
dan kepraktisannya membuat Tuli lebih mudah memahami meski tidak
mengikuti aturan bahasa Indonesia sebagaimana yang digunakan SIBI.
Identitas Seseorang
Bahasa isyarat mampu menunjukkan
identitas seorang Tuli. Saat Tuli berada di tengah-tengah masyarakat,
bahasa isyaratlah yang menjadi penanda keberadaan Tuli untuk mudah
dikenali. Selain itu, keberadaan bahasa merupakan bagian dari budaya
seseorang tak hanya untuk Tuli tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya.
Bahasa isyarat pun demikian, keberadaannya tak bisa terlepas dari hasil
budaya Tuli. Bahasa isyarat merupakan ciri khas dan hasil interaksi
alami yang terjadi antara Tuli dan lingkungannya. Penolakan SIBI yang
berasal dari Tuli dan dukungan terhadap BISINDO dilatarbelakangi keterwakilan bahasa isyarat akan budaya Tuli. Kemunculan SIBI yang mengadopsi bahasa isyarat Amerika dinaggap oleh banyak Tuli tidak mewakili budaya Tuli Indonesia.
Bahasa Isyarat Indonesia
Berbeda dengan SIBI, BISINDO yang belakangan ini mulai diperjuangkan oleh Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN). BISINDO dianggap lebih mewakili budaya Tuli Indonesia karena mampu merepresentasikan budaya Tuli Indonesia. Isyarat BISINDO muncul secara alami dari interaksi Tuli dengan lingkungannya sejak kecil. BISINDO memiliki keunikan seperti halnya bahasa daerah. Isyarat pada BISINDO juga dipengaruhi oleh interaksi nilai-nilai dari tiap daerah. Hal ini pula yang menjadikan BISINDO memiliki keberagaman isyarat di tiap daerah yang berbeda.
Namun bagaimana dengan anak tuli yang
dijejali SIBI oleh pemerintah? Apakah sudah sesuai dengan kebutuhan anak
tuli dan mampu diakses dengan mudah bagi mereka? Anak tuli belum pernah
mengenal bahasa Indonesia karena mereka tidak mendengar. Proses menghubungkan SIBI dan bahasa
Indonesia tidak berjalan karena anak-anak tuli belum tahu tata Bahasa
Indonesia. Di sinilah SIBI gagal sebagai sistem untuk merepresentasikan bahasa Indonesia yang belum diketahui.
Penerjemahan SIBI berupa kalimat lengkap
dengan awalan dan akhiran. Contohnya kata perjalanan, dalam SIBI akan
diterjemahkan menjadi per-jalan-an.
Satu kata dengan 3 gerakan. Namun saat dihubungkan menjadi kalimat
“mobil itu sedang dalam perjalanan ke sini”, kata “perjalanan” ini tetap
dengan gerakan dua jari yang mengisyaratkan orang berjalan. Sehingga
banyak tuli menangkap bahwa mobil berjalan seperti orang berjalan, bukan
dengan menggunakan roda. Sedangkan dalam BISINDO, berjalannya mobil
hanya dengan satu kata disertai ekspresi untuk menunjukkan kejadian yang
sedang berlangsung.
Contoh kata lainnya adalah “pengangguran”. SIBI menggunakan tiga gerakan yang mengeja peng-anggur-an. Disini terdapat
kata anggur yang diisyarat layaknya buah anggur. Padahal tidak ada
hubungan kata anggur dan pengangguran, karena anggur adalah nama buah
sedangkan pengangguran berarti tidak punya pekerjaan. Sedangkan dalam
BISINDO, pengangguran diisyaratkan dengan mengepalkan satu tangan dan
mengetuknya ke bagian bawah pipi sebanyak dua kali yang berarti tidak
memiliki kegiatan yang dilakukan atau tidak memiliki pekerjaan.
Kontradiksi
Guru di Sekolah Luar Biasa di Indonesia
masih banyak yang mengajar dengan menggunakan SIBI dan oral atau bahasa
bibir kepada siswa tuli. Dalam dunia akademis, BISINDO belum dipercaya
mampu menjadi bahasa pengantar yang efektif. Sayangnya dampak penggunaan
SIBI kepada siswa tuli membuktikan bahwa mereka tidak memahami
informasi yang disampaikan gurunya secara maksimal. Tidak sedikit pula
yang menjadi salah paham dengan informasinya yang disampaikan.
Inilah yang amat disayangkan. Dengan
menggunakan SIBI, siswa tuli tidak bisa mengakses informasi secara
maksimal. Banyak pengetahuan yang tidak dapat dipahami oleh siswa tuli
di sekolah. Pemerintah dan masyarakat umum belum banyak yang menyadari
hak tuli dalam berkomunikasi. Padahal sudah dijamin pada Pasal 24 ayat 3
Konvensi Hak Penyandang Disabilitas Perserikatan Bangsa Bangsa bahwa Negara-Negara
pihak harus mengambil langkah-langkah yang layak, termasuk
memfasilitasi pembelajaran bahasa isyarat dan pemajuan identitas
lingiustik masyarakat tuli.
Melalui bahasa isyarat, anak tuli mampu
mengembangkan pikirannya dan belajar berbagai hal, termasuk belajar
bahasa lisan. Tanpa dibekali bahasa isyarat yang memadai, mereka akan
mengalami masalah dalam mengembangkan pikirannya sehingga mereka
mengalami berbagai masalah.
Website Prodi Sistem Informasi UNIDHA : http://si.unidha.ac.id
Dosen Pengampu PTI , Faradika, M.Kom : http://faradika.id
No comments:
Post a Comment